
Politisasi Agama Kejahatan Besar
Jepara-Pusat Studi Aswaja An-Nahdliyyah (PSAA) Universitas Islam Nahdlatul Ulama (UNISNU) Jepara bekerjasama dengan Jaringan Gusdurian dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) gelar Forum Diskusi Kemisan Aswaja An-Nahdliyyah dengan tema Poitisasi Hukum Islam Dalam Kaca Mata Gus Dur (17/11).
Agenda ini berlangsung di Ruang Seminar Pascasarjana Unisnu dengan menghadirkan Dr. Muhammad Shohibul Itmam, santri Ciganjur yang sekarang menjadi akademisi dan pengusaha.
Menurutnya tidak semua orang mempunyai kesadaran yang cukup dalam memahami sosok Gus Dur. Ia bangga bahwa sampai hari ini masih ada komunitas yang merawat pemikiran dan keteladanan Gus Dur. Pria yang pernah menimba ilmu di Iran ini juga optimis terhadap geliat forum intelektual tersebut. "Orang yang belajar dengan penuh kesadaran tentang Gus Dur, lima sampai sepuluh tahun yang akan datang pasti akan menjadi orang hebat," jelasnya memotivasi 30 peserta yang hadir dari unsur mahasiswa, kader PMII, dan anggota Jaringan Gusdurian Jepara.
Itmam pun menegaskan bahwa segala bentuk politisasi agama merupakan tindakan yang buruk. "Untuk menegakkan agama, tidak zamannya lagi meneriakkan takbir "Allahu Akbar". Yang harus dilakukan justru melakukan trasformasi nilai bagi setiap agama dalam konteks perubahan sosial kemasyarakatan. Penganut agama mesti mampu membangun sinergitas dengan ragam nilai yang tumbuh di manapun. Itulah perjuangan Islam sejati meski tidak menyebut simbol-simbol Islam," imbuhnya.
Baginya Gus Dur tidak mengharapkan Islamisasi Indonesia, melainkan sebaliknya memperjuangkan Indonesiaisasi Islam yang dewasa ini dipopulerkan NU dengan sebutan Islam Nusantara.
"Semua tindakan yang mengatasnamakan agama tapi endingnya untuk kepentingan kelompok merupakan kejahatan besar," tegasnya.
Jika dikiaskan, Gus Dur bagaikan matahari. Bagi orang yang mencintai atau meneladaninya, Gus Dur ibarat cermin yang memantulkan cahaya dari segala sudut. Misalnya dari kalangan ekonom, agamawan, intelektual, dan kelompok lain, pemikiran Gus Dur senantiasa memberi perspektif yang tidak tunggal.
Politisasi agama terjadi pada agama apa saja. Tidak hanya Islam, namun juga Kristen dan agama-agama lain.
Tapi ada catatan penting. Siapapun politisinya, masih menurut Itmam, berapapun uangnya, yang masih mengedepankan simbol-simbol agama untuk kepentingan politik praktis, pasti kalah.
"Sahabat-sahabat PMII dan Gusdurian harus menjadi para pemikir yang cerdas dan waras. jangan mudah menentukan pemimpin, karena kita hidup di Indonesia yang penduduknya beragam. Kalau perlu, menjelang tahun politik 2023 ini, sahabat-sahabat harus menjadi garda terdepan dan pencerah, bagi siapapun politisi yang terindikasi membawa simbol-simbol agama. Politisasi agama adalah pembodohan publik dan merusak masa depan Jepara."
Acara ditutup dengan sesi diskusi. Meskipun hujan, forum ini tetap antusias yang dihadiri 30 peserta dari unsur mahasiswa, kader PMII, dan anggota Jaringan Gusdurian Jepara.
Kepala PSAA Unisnu Jepara, Ahmad Saefudin berharap kegiatan yang mencerminkan nuansa akademik semacam ini lestari. "Ke depan, masih banyak topik menarik yang bisa kita ulas dalam Forum Diskusi Kemisan. Semoga saja kita bisa diakui menjadi santrinya Gus Dur," katanya.
Fuad Fahmi Latif, Koordinator Jaringan Gusdurian Jepara juga menaruh harapan besar kepada peserta agar mampu mewarisi pemikiran Gus Dur. "Kita akan melanjutkan agenda ini dengan pendekatan informal sehingga rasa kekeluargaan terjaga. Dengan cara yang santai, mudah-mudahan diskusi ini menguatkan eksistensi Gusdurian Jepara dalam meneladani Gus Dur," pungkasnya.
Komentar